Alumni Sharing Session: Indonesian EM Alumni Inviting Other Fellow Alumni Scholars

Following Erasmus Mundus Society Care activities in Jakarta and Bandung, the Indonesian EM alumni co-organized an “Alumni Sharing Session” with Center of Leadership Counseling for Strategic Human Resources (PPSDMS) Nurul Fikri. The event was held in Jakarta, last Saturday, aiming for the undergraduate students who are interested in pursuing their study further.

In order to present wider range of available opportunities, Indonesian EM alumni invited fellow alumni from other scholarships. On that Saturday morning session, five EM alumni with alumni from Baden-Wuttenberg, Stuned, NFP, and from University of Virginia came and sat together with one shared spirit, passion for sharing.

A presentation on activities and achievements of PPSDMS Nurul Fikri remarked the beginning of the event. Since 2002, PPSDMS has been consistently preparing their grantee students to be future leaders through their programs, which in this occasion is discussion on after-graduation activities.

This Alumni Sharing Session stands as a forum for dialogue between nine alumni and a group of potential students. Indonesian EM Alumni representatives (Mr. Efrian, alumnus of MScEF, 2006; Ms. Anggita, alumna of QEM, 2006; Ms. Rythia, alumna of QEM, 2007; Ms. Carroline, alumna of EMCL, 2007; and Ms. Irmanda, alumna of ME3, 2007) presented the Erasmus Mundus scheme and the application procedures for admission on 2011. The crowd’s enthusiast could be seen from the many questions raised during the Q&A session afterwards.

The other alumni also had the chance to tell their stories on the panel discussion led by Ms. Rythia. Ms. Vika started with her story on how her professor has recommended Baden-Wuttenberg Scholarship as a source of finance for her study in Stuttgart University, Germany. Another story comes from Mr. Aldy who was admitted to the University of Virginia, in the U.S. and awarded the scholarship right after graduation. A different story from Ms. Rani, an alumna from the Netherlands Fellowship Program (NFP), saying that the she made her way to Netherlands after showing solid link between her background and the program she was interested in. Thereafter, Mr. Nuri explained that his scholarship, Stuned, comes from different source of funding than NFP, even though both are for the Netherlands.

In between their stories, the alumni implicitly recommended several actions which could boost their prospects. Responding to the questions from the floor, all the nine alumni offered handy tips from their very own experiences, in particular on the right timeline for application, the keys to a powerful motivation letter, and the strategy to approach the professors. It was also advised to link tightly the former academic background with the intended master program so that the gap is less, particularly, in the case of cross-disciplinary.

Furthermore, the crowd was continuously encouraged to creatively improve their English and any other languages not only from the book but also from daily practices. More importantly, it is important to be persistent in exploring all the opportunities. In the end of the session, executing a request from one of the audiences, each alumnus shared their personal motivation to attain the scholarship and what they believe as their personal strength to be finally selected for the scholarship.

The alumni are grateful for the opportunity to have shared their savoir-faire to the crowd seeking for scholarship opportunities and to, at the same time, have learnt from others.

Although Erasmus Mundus is one of the youngest education excellence nameplates, this pioneering activity has formed the first steps moving towards the big dream of contributing to the community for a better nation.

PPSDMS: www.ppsdms.org

24 thoughts on “Alumni Sharing Session: Indonesian EM Alumni Inviting Other Fellow Alumni Scholars

  1. mw tanya, kalo ngundang pemateri ke kampus kena charge brapa ya??? untuk sharing tentang erasmus mundus. coz di malang masih minim yang tw beasiswa ini.

  2. Hi, emundus.
    Adakah putera puteri bangsa yang jadi awardee dari Opsitech? kalo boleh, saya ingin meminta alamat emailnya. Dan, dimanakah tempat untuk menterjemahkan (sworn translator) dokumen berbahasa indonesia seperti Akta kelahiran dan KTP?
    Terimakasih!

    • Sepertinya ada.
      Untuk alamat email, tidak bisa diberikan karena menyangkut privasi.
      Bila dia berkenan, dia kan reply di sini .

      Sworn translator ada banyak.. Coba google dulu..

      • Halo Ikki,

        Setahu saya belum ada orang Indonesia yang diterima untuk program Opscitech. Tahun ini saya cuma diterima direserve list untuk program ini. Tapi saya bisa membantu menjawab pertanyaan dari anda. Langsung diutarakan saja diforum ini 😀
        Satu lagi kalo memang basic anda di Fisika/Applied Physics anda bisa mendaftar di beberapa program yang mirip (sama) dengan Opscitech diantaranya EMMP (photonics), EM europhotonics, EM Monabiphot, atau Mapnet (Master for Photonics Network)

        Salam,

        Dedy
        Grantee EM Monabiphot (Molecular nano and bio-photonics) 2010

      • Halo Dedy,

        Salam, saya sedang mempersiapkan untuk mengambil EM scholarchip di bidang applied physics seperti yang Anda sebutkan.
        [Pertanyaan]
        Berdasarkan evaluasi saudara, hal-hal apa yang seharusnya Anda tambahkan atau kurangi untuk memperoleh Opscitech tahun kemarin?

        Sebelumnya, saya ucapkan selamat buat beasiswa Monabiphotnya.

      • Selamat untuk saudara Dedy yang telah menjadi Grantee EM.
        Dan terimakasih telah bersedia membantu. Pertama, Minta ijin untuk berbicara bebas dan santai.

        Saya yakin anda dari Fisika juga. Saya ingin tahu program apa saja yang anda daftar?

      • Salam saudara Ricardo,

        Menanggapi pertanyaan anda tentang hal-hal apa yang seharusnya ditambahkan atau kurangi untuk memperoleh Opscitech tahun kemarin, berikut saya uraikan dengan singkat.

        Pertama adalah kemampuan akademik anda di bidang Fisika basic, Fisika Optik dan Fisika Material. Kalo saya perhatikan koordinator lebih suka memilih orang yang kompeten dalam ke-3 bidang ini. Tingkat kompetensi ya salah satunya bisa dilihat dari nilai mata kuliah anda di ketiga mata kuliah ini dan turunannya, dan tentunya HARUS diimbangi dengan nilai IPK keseluruhan yang cukup “mumpuni” lah.
        Kedua, the power of Curriculum Vitae. Bagi saya pribadi CV itu seharusnya dapat mencerminkan sebagian besar kemampuan anda dalam bidang akademik, riset dan publikasi, softskill dan juga prestasi anda. Saran saya kalo anda belum lulus, maka “perbaiki” lah CV anda. Tingkatkan publikasi baik dilevel nasional atau internasional kalo bisa, prestasi juga 😀
        Ketiga, pengalaman kerja atau riset dibidang Optik dan aplikasinya. Hal ini cukup penting. Rata-rata teman saya setelah saya tanya banyak dari mereka yang memang berkecimpung didunia optik khususnya telekomunikasi.
        Keempat, Motivasi anda mengikuti program ini harus benar2 tinggi. Bagaimana menilai ya dari Letter of Motivation anda. Saran saya jangan hanya mengedepankan unsur pribadi dalam LOM anda, berusahalah untuk meng-includekan unsur kegunaannya bagi masyarakat, bangsa dan negara 😀
        Kelima, Tingkatkan nilai TOEFL atau IELTS anda. Kalo bisa jangan nanggung/dapat nilai (pas-pasan). Saya pernah melihat suatu program EM yang mensyaratkan minimal IELTS 6 atau TOEFL 550. Setelah dikonversi di hitungan mereka, maka applicant yang IELTSnya memiliki nilai 6-6.5 hanya akan dikinversi menjadi 3 poin, sementara nilai IELTS 6.5-7.5 menjadi 4 poin dan IELTS diatas 7.5 menjadi 5 poin. Nah, beruntunglah bagi applicant yang punya nilai IELTS lebih besar dari 6.5 kan???
        Terakhir persiapkan mental anda untuk bersaing dengan applicant yang luar biasa dari negara China, India, Pakistan, Rusia, Taiwan dan juga applican dari Indonesia 😀

        Untuk Saudara Ikki,

        Saya mendaftar di 3 EM dan beberapa program diluar EM.
        1. Opscitech saya di reserve list
        2. Europhotonics saya di terima tanpa beasiswa
        3. Monabiphot awalnya reserve list, sekarang main list

        Saya rasa itu jawaban singkat saya. Maaf kalo ada kata-kata yang kurang berkenan. Silahkan kalo ada yang ingin dikomunikasikan kembali, dengan senang hati saya jawab.

        Salam,

        Dedy

      • Saudara Dedy,

        Saya mengucapkan terima kasih banyak atas jawaban Anda, karena tepat sasaran, konkret dan lengkap.

        Semoga sukses buat Anda.

        Salam,
        Ricardo

      • Wooww…. awesome!! salut buat dedy.
        Terimakasih atas infonya. Jelas ini sangat bermanfaat bagi applicant.

        Salam,

        Ikki

  3. oh, ya. applicant kan dianjurkan untuk sering2 menghubungi konsorsium. nah, perihal apa saja yang sekiranya perlu dipertanyakan ke konsorsium? apakah itu cuma untuk show up saja ato memang hal itu dibutuhkan sebagai bahan pertimbangan konsorsium dalam menyeleksi applicant?

    • Hubungi konsorsium, hanya jika ada hal2 yang menjadi pertanyaan atau kurang jelas, tetapi belum tercantum di website/sumber informasi lainnya.

      Tidak ada hubungannya antara sering menghubungi konsorsium dengan penilaian.

  4. Hi, again.
    Does the consortium of OpSciTech accept Institutional TOEFL? I’ve asked the consortium about this circumstance but they just referred me to this page, http://www.master-optics.eu/index.php?id=6
    I think it is still not clear if they accept ITP or not.
    how about you, mr. dedy. what kinda TOEFL did you use?

    Best Regards,

    Ikki

    • Dear Mr. Ikki,

      The Opscitech consortium “DOES NOT ALLOWED” to use the Institutional TOEFL, e.g. ITP-TOEFL. They just accept international TOEFL e.g. iBT-TOEFL or CBT-TOEFL and IELTS either. So please “save your money” and the power to take the test.

      Good luck with your application

      • Mas dedy dulu tes TOEFL dimana yah? Nampaknya sekarang dah ga ada lagi TOEFL yang PBT yah? kesalahan fatal,… padahal saya preparenya cuma untuk TOEFL PBT.

      • Tambahan, menurut saya pribadi, perbedaan lainnya adalah bagian “structure” yang ada di PBT, dan tidak ada di IBT. Ini seharusnya menguntungkan karena kita tidak perlu repot memikirkan masalah grammar yang kadang agak salah…

        Lebih jauh, IBT lebih cocok untuk orang yang terbiasa menggunakan bahasa inggris dalam kehidupan sehari-harinya, sedangkan PBT lebih cocok untuk orang yang kursus 😀

      • Masalahnya hanya saya belum terbiasa. Karena saya belum pernah ikut yang IBT. Kalo ada yang tahu tentang software ato tempat untuk practice IBT tolong kasih tahu saya yah! 😀
        Bagaimanapun juga, ini adalah salah satu gunung yang harus dilewati. 🙂

      • halo Ikki,

        kalo saya pribadi prefer ke IELTS daripada TOEFL-iBT. Bentuk soalnya sih hampir mirip kalo saya bilang, cuma ada bedanya dibeberapa bagian saja. Misalkan saja pada iBT soalnya kebanyakan adalah multiple choice tetapi untuk IELTS lebih condong ke isian singkat. Terus juga masalah speaking, kalo di IELTS sih langsung wawancara langsung sama native speaker (Australian).

        Satu hal lagi yang sebenarnya cukup bisa dijadikan pertimbangan di IELTS adalah adanya sistem pembulatan nilai akhir yang tidak ditemukan di TOEFL. misalkan saja hasil akhir nilai IELTS anda adalah 5.75 maka di sertifikat anda menjadi 6.0, dan ini berlaku juga jika nilai anda 6.125 dibulatkan menjadi 6.0.
        Nah, kalo memang fokus pilihan tahun pertama kamu adalah Imperial College London, kamu harus bisa mendapatkan nilai TOEFL minimal 600 lho, padahal jika kamu pake IELTS cuma butuh 6.5. Sistem konversi umum dari IELTS ke PBT untuk nilai 6.5 adalah 577 lho 😀 jadi agak sedikit untung 😀

        However, Keputusan akhir ada ditanganmu 😀

        Good luck,

  5. saya ingin bertanya kepada alumni erasmus mundus, terutama dari displin ilmu pendidikan bidang bahasa inggris, bagaiman prosedur pendaftaran, link beasiswa mana untuk program ini?.,. mohon bgt pencerahan ny., makasih banyak sebelum ny

Leave a reply to emundus Cancel reply